Tempat tanggal lahir : Biak Numfor , 08 desember 1996
Asal : Mojokerto
Alamat : Wates Gg 1 No. 1a Kec. Magersari Kota Mojokerto
Hai , nama saya Judhith Vidya Dayati , saya sekarang bertempat tinggal di Mojokerto Jawa Timur. disini saya akan bercerita tentang kota kelahiran saya , Biak Numfor , Papua.
Biak merupakan nama salah satu pulau kecil yang berada di Teluk Cenderawasih, Provinsi Papua. Pulau Biak dan Pulau Numfor membentuk satu nama kabupaten yang bernama Kabupaten Biak Number dengan ibukota kabupaten di Biak. Letak kabupaten ini sangat strategis karena berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik. Pantai Bosnik, Air Terjun Wafsarak, Taman Burung dan Anggrek merupakan sebagian destinasi wisata dari sekian banyak destinasi menarik lainnya di kabupaten ini.
sejarah Biak Numfor , Schouten Eilanden adalah nama orang Belanda yang menjadi orang Eropa pertama yang mendarat di Kepulau Biak-Numfor, kemudian nama tersebut dipakai untuk menyebut Kepulauan Biak Numfor pada masa pemerintahan Belanda hingga awal tahun 1960. Salah satu pendapat mengenai asal muasal kata Biak menerangkan bahwa terjadi perseteruan antara warga klan Burdam dengan klan Mandowen yang berujung warga klan Burdam meninggalkan Pulau Biak yang pada waktu itu disebut dengan nama Pulau Warmambo. Mereka berkeinginan untuk pergi ke suatu daerah yang sangat jauh hingga Pulau Warmambo tidak terlihat sama sekali dari pandangan mata mereka, namun kenyataannya dalam perjalanan mereka Pulau Warmambo selalu terlihat di atas permukaan laut setiap kali mereka melihat ke belakang. Hal tersebut membuat mereka berkata “v’iak” atau “v’iak wer” yang berarti muncul lagi. Kata v’iak tersebut kemudian dipakai untuk oleh klan Burdam untuk menyebut nama Pulau Warmambo. Pergeseran waktu membuat pengucapan kata v’iak berubah menjadi biak yang dipakai hingga saat ini untuk menamakan pulau tersebut.
Biak mempunyai beragam wisata , budaya , makanan yang sangat unik dan begitu memanjakan mata kita .
1. Pantai
sebagai wilayah kepuluan , Biak Numfor memiliki kekayaan akan pantai yang indah, dengan kawasan yang masih asli dan budaya masyarakat bahari, menambah keunikan wisata alam ini. lokasi pantai yang menarik , banyak terdapat di sepanjang wilayah Biak Timur dan Biak Utara. di Biak Timur terdapat pantai Segara Indah, Marauw, Tanjung Barari , dan lainnya. di sepanjang pesisir terdapat pantai yang indah dan bagus seperti pantai korem, wari dan beberapa pantai lain di sepanjang pesisir wilayah ini. pantai di daerah ini berhadapan langsung dengan samudra pasifik sehingga ombaknyapun cukup besar , sangat cocok bagi yang berselancar.
2. Monumen
Biak numfor dahulu merupakan basis militer dari jepang , yang akhirnya dikuasai oleh sekutu. karena itu di beberapa daerah seperti wilayah Biak Timur terdapat peninggalan sisa perang dunia II yang dikelola oleh pemda dan dijadikan sebagai objek wisata. wisata monumen ini ditemui di di Pantai Parai berupa monumen PD II untuk memperingati tentara jepang yang gugur di daerah tersebut. di wilayah Biak kota yang terdapat Goa Jepang , yaitu Goa yang dahulunya merupakan jalur penghubung antara daerah perbukitan dengan pesisir pantai. di lokasi juga terdapat sisa peralatan dari PD II yang di simpan dalam museum setempat , namanya cendrawasih.
3. Bahari
wisata bahari bawah laut yang menyimpan banyak keindahan laut, terumbu karang dan makhluk hidup di dalamnya. berikut tempat-tempat yang dapat dikunjungi untuk berwisata Bahari , yaitu :
1. Kepulauan Padaido
Kawasan Padaido adalah merupakan salah satu distrik di Kabupaten Biak Numfor dengan luas
137 Km2 dan telah ditetapkan sebagai Taman wisata Alam Laut Padaido sesuai SK Menteri Kehutanan No. : 91/Kpts-
VI/1997 ten-tang Penunjukan Kepulauan Padaido beserta Perairan di sekitarnya seluas 183.000 ha yang terletak di
Propinsi Irian Jaya menjadi Taman Wisata Alam.
Kawasan Padaido secara geografis berada sebalah Timur Pulau Biak terletak pada 00 - 55` LS dan 1340 - 1360 BT terdiri atas 30 pulau-pulau kecil, 10 diantaranya berpenghuni terdiri dari 19 Kampung, yaitu : Kampung Auki, Sandidori, Wundi, Sorina, Nusi Inarusdi, Nusi Babaruk, Pai, Imbeyomi, Pasi, Samber Pasi, Mbromsi, Karabai, Nyansoren, Saribra, Meosmangguandi, Supraima, Sasari, Yeri, Padaido dengan jumlah penduduk 3.867 jiwa terbagi dalam perempuan 1.858 jiwa dan laki-laki 2.009 jiwa (BPS Kabupaten Biak Numfor, 2002).
Sebagian besar penduduk (21,12 %) bermata pencaharian utama sebagai nelayan perorangan dengan jenis dan unit usaha yang bervariasi mulai dari jenis usaha perikanan tangkap yang menggunakan perahu tak bermotor sebanyak 451
buah atau 61,95% dari total kepemilikan di Kepulauan Padaido ( 728 buah) dan yang menggunakan perahu bermotor
sebanyak 47 buah (60,25%) dari total kepemilikan di Kepulauan Padaido (78 buah), perikanan budidaya dan pengumpul
jenis-jenis moluska dan krustasea.
2. Pulau Auki
Puau Auki dengan luas 34,10 km2 merupakan pulau karang dengan topografi yang relatif landai ( 10 mdpl) dan tekstur
daratan berpasir tetapi memiliki tebing-tebing vulkanis di pesisir yang mencirikan geomorfologi pantainya. Secara geografis Pulau Auki terletak pada 01o 13` 16,9" LS dan 136o 18` 32,7" BT. Prosentase penutupan organisme bentik di Pulau Auki didominasi oleh karang hidup (74,10%), substrat (13,12%), karang mati (11,70%), serta biota lainnya
(1,08%). Dari prosentase karang sebesar 74,10%, lebih dari 63% berasal dari jenis karang meja (wondosa) dan
Acropora bercabang (ros). Jenis ikan yang ditemukan sangat bervariasi dan sedikitnya tercatat 12 suku dengan dominasi
butterfly fish, surgeon dan Achanturus lineatus (TERANGI et al, 2000).
Secara Administratif, Pulau Auki merupakan bagian dari Kecamatan Padaido dengan dua kampung administratif yakni
kampung Auki dan kampung Sandidori. Pulau Auki dihuni 301 jiwa dengan tingkat kepadatan 9 jiwa/km2, terdiri dari 165
jiwa laki-laki dan 136 jiwa perempuan, serta 74 Kepala keluarga. 100 % masyarakat beragama Kristen Protestan. Dari total jumlah penduduk, sebesar 52,49% merupakan usia produktif (15-55 tahun), dengan rasio jenis kelamin 56,32% (lakilaki) dan 43,68% (perempuan) selebihnya adalah anak-anak dan manula.
Secara etnisitas penduduk Pulau Auki didominasi oleh suku Biak (99 %) dan sisanya adalah suku pendatang yang bertugas sebagai PNS dan ABRI. Masyarakat Biak umumnya memiliki karakter yang terbuka dan tingkat asimilasi yang
tinggi sehingga mereka dapat hidup rukun dan dapat berbaur dengan baik intra dan inter etnis, kendati memiliki pola hidup, permukiman dan jenis mata pencaharian yang berbeda.
Umumnya penduduknya berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya hayati laut, baik sebagai nelayan plasma (produsen utama), maupun sebagai nelayan pengumpul, ataupun bergerak dalam distribusi hasil perikanan (perdagangan hasil laut).
Di Pulau Auki, peran wanita cukup penting mendukung pencaharian keluarga melalui penanganan hasil tangkapan berupa pembuatan ikan asin dan ikan asar yang dilakukan secara tradisional, pengumpul jenis kerang moluska dan krustasea, dan sebagian lainnya mengolah kebun (umbi-umbian dan sagu) dan ada juga yang menjalankan usaha minyak kelapa.
Secara kuantitas, sarana dan prasarana umum di Pulau Auki terdiri atas :
- Prasarana pendidikan 1 buah yakni satu buah SD Negeri dengan 61 orang murid dan 3 orang guru.
- Prasarana Kesehatan, terdiri dari 1 buah Posyandu dengan 2 orang tenaga medis (dukun terlatih)
- Prasarana Keagamaan, terdiri dari 1 buah Gereja
- Prasarana Komunikasi sebanyak 15 unit pesawat radio.
- Sarana Ekonomi, terdiri dari 2 unit usaha ekonomi skala industri rumah tangga dengan nilai produksi Rp. 20.085.000
Dalam hubungan dengan aktivitas kenelayanan, sarana dan prasarana penangkapan yang digunakan adalah pancing dengan berbagai bentuk dan ukuran tergantung jenis komoditas yang akan ditangkap. Selain pancing terdapat juga alat tangkap jaring dengan berbagai model dan cara/metode penggunaan serta kalawai (sejenis tombak). Dalam operasi penangkapan umumnya mereka menggunakan perahu tak bermotor (sampan) sebagai sarana bantu penangkapan.
3. Pulau Mbromsi
Pulau Bromsi dengan luas 14,71 km2 termasuk dalam gugusan pulau karang yang menjadi satu dengan pulau Pasi, Wisata Parlemen Jawa Timur dengan areal rataan pasir yang luas di sebelah utara dan barat pada topografi yang relatif landai dan tekstur daratan berpasir. Secara geografis Pulau Mbromsi terletak pada 01o 11`26.5" LS dan 136o 35` 00.0" BT. Prosentase penutupan organisme bentik di Pulau Bromsi didominasi oleh karang hidup (55,73%), substrat (33,73%), karang mati (9,07%) serta biota lainnya sekitar 1,47% (TERANGI, et al, 2000).
Secara Administratif, Pulau Mbromsi merupakan bagian dari Kecamatan Padaido dengan dua desa administratif yakni Desa Mbromsi dan Desa Nyansoren. Pulau Mbromsi dihuni 465 jiwa dengan tingkat kepadatan 32 jiwa/km2, terdiri dari
235 jiwa laki-laki dan 230 jiwa perempuan, serta 117 Kepala keluarga. 99 % masyarakat beragama Kristen Protestan
(462 jiwa) dan sisanya beragama Islam (3 jiwa) yang menetap di desa Mbromsi. Dari total jumlah penduduk, kelompok
umur penduduk di Pulau Mbromsi terdapat 52,47% merupakan usia produktif (15-55 tahun), dengan rasio jenis kelamin
51,33% (laki-laki) dan 48,77% (perempuan) selebihnya adalah anak-anak dan manula.
Secara etnisitas penduduk Pulau Mbromsi didominasi oleh suku Biak (99 %) dan sisanya adalah suku pendatang yang bertugas sebagai PNS dan ABRI. Masyarakat Mbromsi umumnya memiliki karakter yang terbuka dan tingkat asimilasi
yang tinggi sehingga mereka dapat hidup rukun dan dapat berbaur dengan baik intra dan inter etnis, kendati memiliki
pola dan gaya hidup, permukiman dan jenis mata pencaharian yang berbeda.
Umumnya penduduknya berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya hayati laut, baik sebagai nelayan plasma (produsen utama), atau bergerak dalam distribusi hasil perikanan (perdagangan hasil laut). Di Pulau Mbromsi, peran wanita cukup penting mendukung pencaharian keluarga melalui penanganan hasil tangkapan pasca panen seperti pengasapan ikan/kerang dan pembuatan ikan asin, pengumpul jenis kerang moluska dan krustasea, dan sebagian lainnya mengolah kebun (umbi-umbian) dan ada juga yang menjalankan usaha minyak kelapa.
Secara kuantitas, persebaran sarana dan prasarana umum di Pulau Mbromsi terdiri atas :
- Prasarana pendidikan 2 buah yakni satu buah SD Swasta dengan 105 murid dan 6 orang guru serta 1 buah SMP Negeri dengan 89 orang siswa dan 9 orang guru . Kedua sekolah tersebut terletak di desa Mbromsi.
- Prasarana Kesehatan, terdiri dari 2 buah Posyandu masing-masing di desa Mbromsi dan Nyansoren dengan 5 (lima)
orang tenaga medis.
- Prasarana Keagamaan, terdiri dari 1 buah Gereja
- Prasarana Komunikasi, terdiri dari 38 unit prasarana komunikasi (Radio)
- Sarana Ekonomi, terdiri dari 4 unit usaha ekonomi skala industri rumah tangga dengan nilai produksi Rp. 38.625.000
Dalam hubungan dengan aktivitas kenelayanan, sarana dan prasarana penangkapan yang digunakan adalah pancing dengan berbagai bentuk dan ukuran , tergantung jenis komoditas yang akan ditangkap, jaring dengan berbagai model dan cara/metode penggunaan serta kalawai (sejenis tombak). Dalam operasi penangkapan umumnya mereka menggunakan perahu tak bermotor (sampan) sebagai sarana bantu penangkapan.
4. Pulau Meosmangguandi
Pulau Meosmangguandi dengan luas 14,24 km2 merupakan pulau karang yang memiliki areal rataan pasir yang cukup luas dengan topografi yang relatif landai ( 10 mdpl) dan tekstur daratan berpasir. Secara geografis Pulau Meosmangguandi terletak pada 01o 18` 19." LS dan 136o 35` 55,0" BT. Prosentase penutupan organisme bentik di Pulau Meosmangguandi didominasi oleh substrat (46,53%), karang hidup (43,20%), karang mati (6,67%), serta biota lainnya (3,60%). Walaupun persentase penutupan karang tidak besar tetapi jenis dan bentuk koloni karangnya sangat beragam dan bervariasi, menyebabkan jenis ikan yang ditemukan sangat bervariasi dan paling banyak jenisnya sekitar 88 jenis (TERANGI et al, 2000)
Secara Administratif, Pulau Meosmangguandi merupakan bagian dari Distrik Padaido dengan dua kampung administratif yakni kampung Meosmangguandi dan kampung Supraima.
Pulau Meosmanggunadi dihuni 286 jiwa dengan tingkat kepadatan 20 jiwa/km2, terdiri dari 149 jiwa laki-laki dan 137 jiwa
perempuan, serta 70 Kepala keluarga. 99 % masyarakat beragama Kristen Protestan (282 jiwa) dan sisanya beragama Islam (4 jiwa). Dari total jumlah penduduk, kelompok umur penduduk di Pulau Meosmanggunadi terdapat 51,04% merupakan usia produktif (15-55 tahun), dengan rasio jenis kelamin 50,68% (laki-laki) dan 49,32% (perempuan) selebihnya adalah anak-anak dan manula. Secara etnisitas penduduk Pulau Meosmangguandi didominasi oleh suku Biak (99 %) dan sisanya adalah suku pendatang yang bertugas sebagai PNS dan ABRI. Masyarakat Biak umumnya memiliki karakter yang terbuka dan tingkat asimilasi yang tinggi sehingga mereka dapat hidup rukun dan dapat berbaur dengan baik intra dan inter etnis, kendati memiliki pola hidup, permukiman dan jenis mata pencaharian yang berbeda.
Umumnya penduduknya berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya hayati laut, baik sebagai nelayan plasma (produsen utama), maupun sebagai nelayan pengumpul, ataupun bergerak dalam distribusi hasil perikanan (perdagangan hasil laut). Di Pulau Meosmangguandi, peran wanita cukup penting mendukung pencaharian keluarga melalui penanganan hasil tangkapan seperti pembuatan ikan asin, ikan asar (metode pengasapan tradisionil), pengumpul jenis kerang moluska dan krustasea, dan sebagian lainnya mengolah kebun (umbi-umbian dan sagu) dan ada juga yang menjalankan usaha minyak kelapa.
Secara kuantitas, persebaran sarana dan prasarana umum di Pulau Meosmangguandi terdiri atas:
- Prasarana pendidikan 2 buah yakni satu buah SD Swasta dengan 52 orang murid dan 4 orang guru serta 1 buah SD INPRES tetapi sampai dengan saat ini belum ada penempatan guru.
- Prasarana Kesehatan, terdiri dari 1 buah Puskesmas Pembantu dengan 1 (satu) orang Perawat serta 1 buah Posyandu dengan 2 orang tenaga medis (dukun terlatih)
- Prasarana Keagamaan, terdiri dari 1 buah Gereja
- Prasarana Komunikasi sebanyak 18 unit pesawat radio.
- Sarana Ekonomi, terdiri dari 2 unit usaha ekonomi skala industri rumah tangga dengan nilai produksi Rp. 18.540.000
Dalam hubungan dengan kenelayanan, sarana dan prasarana penangkapan yang digunakan adalah pancing dengan berbagai bentuk dan ukuran tergantung jenis komoditas yang akan ditangkap. Selain pancing terdapat juga alat tangkap
jaring dengan berbagai model dan cara/metode penggunaan serta kalawai (sejenis tombak). Dalam operasi penangkapan umumnya mereka menggunakan perahu tak bermotor (sampan) sebagai sarana bantu penangkapan.
Dan pulau-pulau lain yang tak kalah eksotik dan patut dikunjungi :
5. Pulau Owi
6. Pulau Padaidori
7. Pulau Pai
8. Pulau Wundi
9. Pulau Biak
Kawasan Padaido adalah merupakan salah satu distrik di Kabupaten Biak Numfor dengan luas
137 Km2 dan telah ditetapkan sebagai Taman wisata Alam Laut Padaido sesuai SK Menteri Kehutanan No. : 91/Kpts-
VI/1997 ten-tang Penunjukan Kepulauan Padaido beserta Perairan di sekitarnya seluas 183.000 ha yang terletak di
Propinsi Irian Jaya menjadi Taman Wisata Alam.
Kawasan Padaido secara geografis berada sebalah Timur Pulau Biak terletak pada 00 - 55` LS dan 1340 - 1360 BT terdiri atas 30 pulau-pulau kecil, 10 diantaranya berpenghuni terdiri dari 19 Kampung, yaitu : Kampung Auki, Sandidori, Wundi, Sorina, Nusi Inarusdi, Nusi Babaruk, Pai, Imbeyomi, Pasi, Samber Pasi, Mbromsi, Karabai, Nyansoren, Saribra, Meosmangguandi, Supraima, Sasari, Yeri, Padaido dengan jumlah penduduk 3.867 jiwa terbagi dalam perempuan 1.858 jiwa dan laki-laki 2.009 jiwa (BPS Kabupaten Biak Numfor, 2002).
Sebagian besar penduduk (21,12 %) bermata pencaharian utama sebagai nelayan perorangan dengan jenis dan unit usaha yang bervariasi mulai dari jenis usaha perikanan tangkap yang menggunakan perahu tak bermotor sebanyak 451
buah atau 61,95% dari total kepemilikan di Kepulauan Padaido ( 728 buah) dan yang menggunakan perahu bermotor
sebanyak 47 buah (60,25%) dari total kepemilikan di Kepulauan Padaido (78 buah), perikanan budidaya dan pengumpul
jenis-jenis moluska dan krustasea.
2. Pulau Auki
Puau Auki dengan luas 34,10 km2 merupakan pulau karang dengan topografi yang relatif landai ( 10 mdpl) dan tekstur
daratan berpasir tetapi memiliki tebing-tebing vulkanis di pesisir yang mencirikan geomorfologi pantainya. Secara geografis Pulau Auki terletak pada 01o 13` 16,9" LS dan 136o 18` 32,7" BT. Prosentase penutupan organisme bentik di Pulau Auki didominasi oleh karang hidup (74,10%), substrat (13,12%), karang mati (11,70%), serta biota lainnya
(1,08%). Dari prosentase karang sebesar 74,10%, lebih dari 63% berasal dari jenis karang meja (wondosa) dan
Acropora bercabang (ros). Jenis ikan yang ditemukan sangat bervariasi dan sedikitnya tercatat 12 suku dengan dominasi
butterfly fish, surgeon dan Achanturus lineatus (TERANGI et al, 2000).
Secara Administratif, Pulau Auki merupakan bagian dari Kecamatan Padaido dengan dua kampung administratif yakni
kampung Auki dan kampung Sandidori. Pulau Auki dihuni 301 jiwa dengan tingkat kepadatan 9 jiwa/km2, terdiri dari 165
jiwa laki-laki dan 136 jiwa perempuan, serta 74 Kepala keluarga. 100 % masyarakat beragama Kristen Protestan. Dari total jumlah penduduk, sebesar 52,49% merupakan usia produktif (15-55 tahun), dengan rasio jenis kelamin 56,32% (lakilaki) dan 43,68% (perempuan) selebihnya adalah anak-anak dan manula.
Secara etnisitas penduduk Pulau Auki didominasi oleh suku Biak (99 %) dan sisanya adalah suku pendatang yang bertugas sebagai PNS dan ABRI. Masyarakat Biak umumnya memiliki karakter yang terbuka dan tingkat asimilasi yang
tinggi sehingga mereka dapat hidup rukun dan dapat berbaur dengan baik intra dan inter etnis, kendati memiliki pola hidup, permukiman dan jenis mata pencaharian yang berbeda.
Umumnya penduduknya berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya hayati laut, baik sebagai nelayan plasma (produsen utama), maupun sebagai nelayan pengumpul, ataupun bergerak dalam distribusi hasil perikanan (perdagangan hasil laut).
Di Pulau Auki, peran wanita cukup penting mendukung pencaharian keluarga melalui penanganan hasil tangkapan berupa pembuatan ikan asin dan ikan asar yang dilakukan secara tradisional, pengumpul jenis kerang moluska dan krustasea, dan sebagian lainnya mengolah kebun (umbi-umbian dan sagu) dan ada juga yang menjalankan usaha minyak kelapa.
Secara kuantitas, sarana dan prasarana umum di Pulau Auki terdiri atas :
- Prasarana pendidikan 1 buah yakni satu buah SD Negeri dengan 61 orang murid dan 3 orang guru.
- Prasarana Kesehatan, terdiri dari 1 buah Posyandu dengan 2 orang tenaga medis (dukun terlatih)
- Prasarana Keagamaan, terdiri dari 1 buah Gereja
- Prasarana Komunikasi sebanyak 15 unit pesawat radio.
- Sarana Ekonomi, terdiri dari 2 unit usaha ekonomi skala industri rumah tangga dengan nilai produksi Rp. 20.085.000
Dalam hubungan dengan aktivitas kenelayanan, sarana dan prasarana penangkapan yang digunakan adalah pancing dengan berbagai bentuk dan ukuran tergantung jenis komoditas yang akan ditangkap. Selain pancing terdapat juga alat tangkap jaring dengan berbagai model dan cara/metode penggunaan serta kalawai (sejenis tombak). Dalam operasi penangkapan umumnya mereka menggunakan perahu tak bermotor (sampan) sebagai sarana bantu penangkapan.
3. Pulau Mbromsi
Pulau Bromsi dengan luas 14,71 km2 termasuk dalam gugusan pulau karang yang menjadi satu dengan pulau Pasi, Wisata Parlemen Jawa Timur dengan areal rataan pasir yang luas di sebelah utara dan barat pada topografi yang relatif landai dan tekstur daratan berpasir. Secara geografis Pulau Mbromsi terletak pada 01o 11`26.5" LS dan 136o 35` 00.0" BT. Prosentase penutupan organisme bentik di Pulau Bromsi didominasi oleh karang hidup (55,73%), substrat (33,73%), karang mati (9,07%) serta biota lainnya sekitar 1,47% (TERANGI, et al, 2000).
Secara Administratif, Pulau Mbromsi merupakan bagian dari Kecamatan Padaido dengan dua desa administratif yakni Desa Mbromsi dan Desa Nyansoren. Pulau Mbromsi dihuni 465 jiwa dengan tingkat kepadatan 32 jiwa/km2, terdiri dari
235 jiwa laki-laki dan 230 jiwa perempuan, serta 117 Kepala keluarga. 99 % masyarakat beragama Kristen Protestan
(462 jiwa) dan sisanya beragama Islam (3 jiwa) yang menetap di desa Mbromsi. Dari total jumlah penduduk, kelompok
umur penduduk di Pulau Mbromsi terdapat 52,47% merupakan usia produktif (15-55 tahun), dengan rasio jenis kelamin
51,33% (laki-laki) dan 48,77% (perempuan) selebihnya adalah anak-anak dan manula.
Secara etnisitas penduduk Pulau Mbromsi didominasi oleh suku Biak (99 %) dan sisanya adalah suku pendatang yang bertugas sebagai PNS dan ABRI. Masyarakat Mbromsi umumnya memiliki karakter yang terbuka dan tingkat asimilasi
yang tinggi sehingga mereka dapat hidup rukun dan dapat berbaur dengan baik intra dan inter etnis, kendati memiliki
pola dan gaya hidup, permukiman dan jenis mata pencaharian yang berbeda.
Umumnya penduduknya berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya hayati laut, baik sebagai nelayan plasma (produsen utama), atau bergerak dalam distribusi hasil perikanan (perdagangan hasil laut). Di Pulau Mbromsi, peran wanita cukup penting mendukung pencaharian keluarga melalui penanganan hasil tangkapan pasca panen seperti pengasapan ikan/kerang dan pembuatan ikan asin, pengumpul jenis kerang moluska dan krustasea, dan sebagian lainnya mengolah kebun (umbi-umbian) dan ada juga yang menjalankan usaha minyak kelapa.
Secara kuantitas, persebaran sarana dan prasarana umum di Pulau Mbromsi terdiri atas :
- Prasarana pendidikan 2 buah yakni satu buah SD Swasta dengan 105 murid dan 6 orang guru serta 1 buah SMP Negeri dengan 89 orang siswa dan 9 orang guru . Kedua sekolah tersebut terletak di desa Mbromsi.
- Prasarana Kesehatan, terdiri dari 2 buah Posyandu masing-masing di desa Mbromsi dan Nyansoren dengan 5 (lima)
orang tenaga medis.
- Prasarana Keagamaan, terdiri dari 1 buah Gereja
- Prasarana Komunikasi, terdiri dari 38 unit prasarana komunikasi (Radio)
- Sarana Ekonomi, terdiri dari 4 unit usaha ekonomi skala industri rumah tangga dengan nilai produksi Rp. 38.625.000
Dalam hubungan dengan aktivitas kenelayanan, sarana dan prasarana penangkapan yang digunakan adalah pancing dengan berbagai bentuk dan ukuran , tergantung jenis komoditas yang akan ditangkap, jaring dengan berbagai model dan cara/metode penggunaan serta kalawai (sejenis tombak). Dalam operasi penangkapan umumnya mereka menggunakan perahu tak bermotor (sampan) sebagai sarana bantu penangkapan.
4. Pulau Meosmangguandi
Pulau Meosmangguandi dengan luas 14,24 km2 merupakan pulau karang yang memiliki areal rataan pasir yang cukup luas dengan topografi yang relatif landai ( 10 mdpl) dan tekstur daratan berpasir. Secara geografis Pulau Meosmangguandi terletak pada 01o 18` 19." LS dan 136o 35` 55,0" BT. Prosentase penutupan organisme bentik di Pulau Meosmangguandi didominasi oleh substrat (46,53%), karang hidup (43,20%), karang mati (6,67%), serta biota lainnya (3,60%). Walaupun persentase penutupan karang tidak besar tetapi jenis dan bentuk koloni karangnya sangat beragam dan bervariasi, menyebabkan jenis ikan yang ditemukan sangat bervariasi dan paling banyak jenisnya sekitar 88 jenis (TERANGI et al, 2000)
Secara Administratif, Pulau Meosmangguandi merupakan bagian dari Distrik Padaido dengan dua kampung administratif yakni kampung Meosmangguandi dan kampung Supraima.
Pulau Meosmanggunadi dihuni 286 jiwa dengan tingkat kepadatan 20 jiwa/km2, terdiri dari 149 jiwa laki-laki dan 137 jiwa
perempuan, serta 70 Kepala keluarga. 99 % masyarakat beragama Kristen Protestan (282 jiwa) dan sisanya beragama Islam (4 jiwa). Dari total jumlah penduduk, kelompok umur penduduk di Pulau Meosmanggunadi terdapat 51,04% merupakan usia produktif (15-55 tahun), dengan rasio jenis kelamin 50,68% (laki-laki) dan 49,32% (perempuan) selebihnya adalah anak-anak dan manula. Secara etnisitas penduduk Pulau Meosmangguandi didominasi oleh suku Biak (99 %) dan sisanya adalah suku pendatang yang bertugas sebagai PNS dan ABRI. Masyarakat Biak umumnya memiliki karakter yang terbuka dan tingkat asimilasi yang tinggi sehingga mereka dapat hidup rukun dan dapat berbaur dengan baik intra dan inter etnis, kendati memiliki pola hidup, permukiman dan jenis mata pencaharian yang berbeda.
Umumnya penduduknya berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya hayati laut, baik sebagai nelayan plasma (produsen utama), maupun sebagai nelayan pengumpul, ataupun bergerak dalam distribusi hasil perikanan (perdagangan hasil laut). Di Pulau Meosmangguandi, peran wanita cukup penting mendukung pencaharian keluarga melalui penanganan hasil tangkapan seperti pembuatan ikan asin, ikan asar (metode pengasapan tradisionil), pengumpul jenis kerang moluska dan krustasea, dan sebagian lainnya mengolah kebun (umbi-umbian dan sagu) dan ada juga yang menjalankan usaha minyak kelapa.
Secara kuantitas, persebaran sarana dan prasarana umum di Pulau Meosmangguandi terdiri atas:
- Prasarana pendidikan 2 buah yakni satu buah SD Swasta dengan 52 orang murid dan 4 orang guru serta 1 buah SD INPRES tetapi sampai dengan saat ini belum ada penempatan guru.
- Prasarana Kesehatan, terdiri dari 1 buah Puskesmas Pembantu dengan 1 (satu) orang Perawat serta 1 buah Posyandu dengan 2 orang tenaga medis (dukun terlatih)
- Prasarana Keagamaan, terdiri dari 1 buah Gereja
- Prasarana Komunikasi sebanyak 18 unit pesawat radio.
- Sarana Ekonomi, terdiri dari 2 unit usaha ekonomi skala industri rumah tangga dengan nilai produksi Rp. 18.540.000
Dalam hubungan dengan kenelayanan, sarana dan prasarana penangkapan yang digunakan adalah pancing dengan berbagai bentuk dan ukuran tergantung jenis komoditas yang akan ditangkap. Selain pancing terdapat juga alat tangkap
jaring dengan berbagai model dan cara/metode penggunaan serta kalawai (sejenis tombak). Dalam operasi penangkapan umumnya mereka menggunakan perahu tak bermotor (sampan) sebagai sarana bantu penangkapan.
Dan pulau-pulau lain yang tak kalah eksotik dan patut dikunjungi :
5. Pulau Owi
6. Pulau Padaidori
7. Pulau Pai
8. Pulau Wundi
9. Pulau Biak
kehidupan masyarakat alam atau masih asli , yang sering di bilang kehidupan masih tradisional. ada beberapa acara yang sering di adakan pemba Biak Numfor untuk melestarikan budaya sekitar , 1. acara perkawinan adat yang budaya masih kental. 2. tarian trdisional yaitu tarian Yospan dan baju khasnya rumsram.
makanan khas masyarakat Biak itu papeda atau sagu dan digabungkan dengan sup ikan pedas. ada lagi singkong atau umbi-umbian yang cara masaknya masih tradisional dan rasa masakannya khas sekali.
walaupun zaman sudah makin maju , tapi kebudayaan jangan sampek terlupakan bahkan tidak ada yang mengetahuinya lagi.
sekian dan terima kasih :)
Sumber : www.wisata.biak.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar